Pendahuluan
Perkembangan
ilmu pengetahuan telah menjadi sebuah mata rantai kehidupan yang tak bisa
dipisahkan dengan kehidupan dan eksistensi manusia. Ilmu pengetahuan yang
semakin maju menjadi bukti nyata akan pemikiran manusia yang semakin kompleks.
Dalam pemanfaatan suatu ilmu kiranya perlu disadari adalah suatu ilmu harus
dihubungkan dengan konteks di mana manusia itu berada. Dalam masa depan keilmuan diperlukan
peran ilmuwan dalam menghadapi tantangan ilmu dan perkembangannya. Manusia yang
berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami
unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih
arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya,
termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Oleh karena itu, kita perlu untuk
memahami tanggung jawab seorang ilmuan dan tantangan kemanusia di masa depan.
A.
Tanggung
Jawab Ilmuwan
Ilmu
merupakan hasil karya seorang ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji secara
luas. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan, maka karya
ilmiah itu akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat luas.
Maka jelaslah, jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang besar bukan saja
karena ia merupakan warga masyarakat, melainkan karena ia juga memiliki fungsi
tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak hanya sebatas
penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas hasil
penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung jawab
dalam mengawal hasil penelitiannya agar tidak disalahgunakan.[1]
Ilmu
menghasilkan teknologi yang diterapkan pada masyarakat. Teknologi dan ilmu
pengetahuan dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi
manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Di sinilah pemanfaatan
pengatahuan dan teknologi perlu diperhatikan sebaik-baiknya.[2]
Penerapan
dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang menyangkut
kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini berati
ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan
kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertangung jawab
pada kepentingan umum dan generasi mendatang, serta bersifat universal karena
pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengambangkan dan
memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.[3]
Kadang-kadang, tanggung
jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri, misalnya; dalam hal
menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam, keadaan alam
yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya. Tanggung jawab keilmuan bukan saja
dalam arti yang normative, misalnya berkaitan dengan aspek moral yang bersifat
legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Misalnya, tanggung
jawab keilmuan dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat perubahan sosial yang
berdampak terhadap tatanan moral masyarakat. Jadi, tanggungjawab keilmuan juga
memilki arti, mendudukkan manusia pada kedudukan martabat dirinya, sehingga di
satu sisi tidak diperalat oleh ilmu dan ilmuwan demi mencapai prestise dan
supremasi ilmu, atau di sisi lain, tidak tergilas oleh kebodohan dan
kemelaratan hidup karena lingkaran setan ketidaktahuan yang melilit dirinya.
Tanggung jawab mengandung makna
penyebab (kausalitas), dalam arti "bertanggung jawab atas". Tanggung
jawab dalam arti demikian berarti; apa yang harus ditanggung. Subyek yang
menyebabkan dapat diminta pertanggungjawabannya, meskipun
permasalahan-permasalahan tersebut tidak disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu
sendiri. Aspek tanggung jawab sebagai sikap dasar keilmuan, dengan ini, telah
menjadi satu dalam kehidupan keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan.
Tanggung jawab keilmuan, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pengetahuan
maupun keilmuan dari abad ke abad.[4]
Berbicara
mengenai tangung jawab ilmu adalah suatu cara tak langsung berbicara tentang
manusia yang mengpraktekan, menerapkan, dan menggunakan ilmu pengetahuan itu.
Kadang-kadang dapat pula terjadi tanggung jawab yang tak disebabkan oleh ilmu
pengetahuan, tetapi dilakukan oleh manusia tanpa mengikutsertakan ilmu
pengetahaun. Misalnya;
dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam,
keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya.
Tanggung jawab keilmuan menyangkut,
baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Alasannya, karena penanganan ilmu
atas realitas selalu cenderung berat sebelah. Kenyataan tersebut telah banyak
berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos (alam) seperti; pembasmian
kimiawi dari hama tanaman, sistem pengairan, keseimbangan jumlah penduduk, dan
sebaginya. Juga, hal itu menyangkut gangguan terhadap tatanan sosial dan
keseimbangan sosial. Artinya, ilmu lah yang telah mengemukakan bahwa tatanan
alam dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan maka ilmu pula lah yang
bertanggung jawab menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah
tatanan yang baik, demi konseistensi kehidupan, regulasi historis, dan
keberlanjutan ekologis.[5]
1. Bentuk-Bentuk
Tanggung Jawab Ilmuwan
a. Tanggung
jawab sosial
Seorang
imuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya. Bukan saja
karena dia adalah warga masyarakat yang berkepentingannya terlibat secara
langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai
fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku
ilmuwan tidak berhenti pada penealaahan dal ilmuan secara individual namun juga
ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat.[6]
Tanggung jawab sosial ilmuwan adalah
suatu kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara
penyelesaian permasalahan sosial. Ilmuwan mempunyai kewajiban sosial untuk
menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab
sosial seorang ilmuwan adalah memberi perspektif yang benar, untung dan rugi,
baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan.[7]
Dengan kemapuan pengetahuannya
seorang ilmuwan harus dapat memengaruhi opini masyarakat terhadap
masalah-masalah yang seyogianya mereka sendiri. Dalam hal ini, berbeda dengan
saat menghadapi masyarakat, ilmuwan yang elitis dan esoterik, dia harus
berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna oleh orang awam. Untuk itu ilmuwan
bukan saja mengandalkan pengetahuannya dan daya analisisnya namun juga
integritas kepribadiannya.
Tanggung
jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan yaitu dalam bidang etika. Dalam
bidang etika ilmuwan harus memosisikan dirinya sebagai pemberi contoh. Seorang
ilmuwan haruslah bersifat objektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat orang
lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya. Semua sifat
ini serta sifat lainnya merupakan implikasi etis dari berbagai proses penemuan
ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya merupakan manusia yang biasa berpikir
dengan teratus dan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu
secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat. Di sinilah kelebihan seorang
ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang awam. Kelebihan seorang ilmuwan
dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah yang menyebabkan dia mempunyai
tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekitarnya ia
mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan apa yang harus dibayar untuk
kekeliruan itu. Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri seorang ilmuwan
sebagai suri teladan dalam masyarakat.[8]
Beberapa bentuk tanggung jawab sosial
ilmuwan, yaitu:[9]
1) Seorang ilmuwan harus mampu
mengidentifikasi kemungkinan permasalahan sosial yang akan berkembang
berdasarkan permasalahan sosial yang sering terjadi dimasyarakat.
2) Seorang ilmuwan harus mampu
bekerjasama dengan masyarakat yang mana dimasyarakat tersebut sering terjadi
permasalahan sosial sehingga ilmuwan tersebut mampu merumuskan jalan keluar
dari permasalahan sosial tersebut.
3) Seorang ilmuwan harus mampu menjadi
media dalam rangka penyelesaian permasalahan sosial dimasyarakat yang mana
masyarakat yang terdiri dari keanekaragaman ras, agama, etnis dan kebudayaan
sehingga berpotensi besar untuk timbulnya suatu konflik.
b. Tanggung
jawab moral
Tanggung jawab moral tidak dapat
dilepaskan dari karakter internal dari ilmuwan itu sendiri sebagi seorang
manusia, ilmuwan hendaknya memiliki moral yang baik sehingga pilihannya ketika
memilih pengembangan dan pemilihan alternatif, mengimplementasikan keputusan
serta pengawasan dan evaluasi dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan
untuk kepentingan pribadinya atau kepentingan sesaat. para ilmuwan sebagai
orang yang profesional dalam bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral
khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah di dalam filsafat ilmu disebut sikap
ilmiah.[10]
Sikap
yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan, antara lain:[11]
1) Tidak ada rasa pamrih, yaitu suatu
sikap yang diarahka untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dengan
menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.
2) Bersikap selektif, yaitu suatu sikap
yang bertujuan agar para imuawan mampu mengadakan pemilihan terhadap berbagai
hal yang dihadapi.
3) Seoarang ilmuwan sangat menghargai
terhadap segala pendapat yang dikemukakan oleh orang lain, oleh para ilmuwan
lainnya, memiliki keyakinan yang kuat terhadap kenyataan maupun terhadap alat
indera serta budi, adanya sikap yang positif terhadap setiap pendapat atau
teori terdahulu telah memberikan inspirasi bagi terlaksanya penelitian dan
pengamatan lebih lanjut.
4) Seorang ilmuan juga memilki rasa
tidak puas terhapa penelitian yang telah dilakukan sehingga dia terdorong untuk
terus melakukan riset atau penelitian.
5) Seorang ilmuwan harus memilki akhlak
atau sikap etis yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk
kebahagian manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara. Akhlak
dan sikap etis dalam mengembangkan ilmu untuk memiliki sopan santun ilmiah
yaitu dengan berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat, dan kalau teryata dia
salah maka harus segera menyadari dan mengklasifikasi kesalahan tersebut.
c. Tanggung jawab etika
Kemudian tanggung jawab yang
berkaitan dengan etika meliputi etika kerja seorang ilmuwan yang berkaitan
dengan nilai-nilai dan norma-norma moral (pedoman, aturan, standar atau ukuran,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis) yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai
moral (Kode Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk. Misalnya
saja tanggung jawab etika ilmuwan yang berkenaan dengan penulisan karya ilmiah,
maka kode etik pada penulisan karya ilmiah harus memenuhi beberapa kriteria,
yaitu sebagai berikut:
1) Obyektif(berdasarkan kondisi faktual)
2)
Up to date(yang ditulis
merupakan perkembangan ilmu paling akhir)
3) Rasional(berfungsi sebagai wahana penyampaian kritik
timbal-balik)
4)
Reserved(tidak overcliming, jujur, lugas dan tidak bermotif
pribadi)
5)
Efektif dan efisien(tulisan
sebagai alat komunikasi yang berdaya tariktinggi).
Tugas
keilmuan menghimbau pada sebuah tanggung jawab professional yang memadai.
Tanggung jawab profesional keilmuan mengandaikan bahwa seorang ilmuwan harus
menjadi ahli dan terampil dalam bidangnya, jadi bukan sekedar hobi. Tanggung
jawab professional keilmuan mengacu pada bidang keilmuan yang digeluti sebagai panggilan
tugas pokok atau profesi keilmuannya. Tanggung jawab professional menunjuk pula
pada penghasilan atau upah yang diperoleh berdasarkan tingkat kepakaran
(pengetahaun dan ketrampilan) yang dimiliki dalam bidang keilmuannya.
Profesional merupakan kata atau istilah yang umumnya diliputi sebuah citra diri
yang berbauh sukses, penuh percayadiri, berkompeten, bekerja keras, efisien,
dan produktif. Tanggung jawab profesional keilmuan menunjuk pada gambaran diri seseorang
berdisiplin, kerasan, dan sibuk dalam pekerjaan keilmuannya. Disiplin dan kerasan
merupak sebuah paham yang membedakan secara radikal seorang ilmuwan sejati dengan
orang yang suka malas, santai, dan seenaknya dalam sebuah tugas keilmuan.
B.
Tantangan Kemanusian
1. Kemajuan Ilmu dan Krisis Kemanusian
Kemajuan ilmu dan teknologi yang
semula bertujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia, namun pada kenyataannya
teknologi juga menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Saat ini,
ilmu pengetahuan sudah merambah ke segala jenis cakupan, mulai ilmu tentang
bumi, angkasa dan masih banyak lagi segala sumber untuk memperkaya pengetahuan
manusia. Jika dipandang dari ilmu filsafat maka ilmu tersebut terbentuk dari
pemikiran manusia tentang dirinya dan sekitarnya serta berusaha untuk berpikir
sejauh mungkin. Keilmuan yang tak mengenal batas memang memungkinkan manusia
melakuan banyak hal di bumi ini.
Pada ilmu bioteknologi, perkembangan
yang dicapai sangat maju, seperti rekaya genetika dan teknologi kloning
manandakan kemajuan yang begitu dahsyat sehingga mengkhawatirkan semua
kalangan. Tidak saja agamawan dan pemerhati hak-hak asasi manusia, tetapi para
ahli bioteknologi pun semakin khawatir karena kalau akibatnya tidak dapat
dikendalikan, maka akan terjadi suatu bencana besar bagi kehidupan manusia.
Contohnya rekayasa genetika yang dulunya diharapkan untuk mengobati penyakit
keturunan, seperti diabetes sekarang rekayasa tidak hanya untuk tujuan
pengeobatan, tetapi untuk menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali
berbeda, baik dari segi postur fisik maupun sifat-sifatnya. Perkembangan
rekayasa genetika teryata membuat risau para pemerhati hak-hak asasi manusia
karena dengan rekayasa tersebut, manusia tidak memiliki hak yang bebas lagi.[12]
Kemudian timbul kontroversi di
berbagai negara apakah perkembangan rekaya genetika untuk manusia dibolehkan
atau tidak? Pakta yang menyebutkan
bahwa mengklon manusia merupakan pelanggaran martabat manusia dan merupakan
penyalahgunaan ilmu. Belum lagi dalam perspektif agama teknik rekayasa genetika
tak layak diteruskan karena terkesan membuat manusia berusaha menjadi tuhan,
dengan memanipulasi teknologi untuk menciptakan makhluk hidup. Persolan
berikutnya adalah di mana letak kebebasan manusia dalam memilih hak hidupnya
dan hak untuk memilki ciri khas. Sebab, jika sejak awal dia sudah direkayasa
untuk menjadi manusia tertentu, maka kebebasan memilihnya menjadi hilang dan
tidak ubahnya seperti robot yang dikendalikan oleh orang lain. Kalaupun itu
dilandaasi untuk menolong pasangan yang tidak mampu menghasilkan keturunan atau
kepentingan penelitian, apakah cukup adil jika mengatakan bahwa kloning manusia
dilakukan atas dasar kemanusiaan? Masih banyak lagi persoalan yang perlu
dijawab dalam menghadapi teknologi rekayasa genetika ini.[13]
Hal-hal
apa saja yang bisa terjadi di masa yang akan datang? Untuk menjawabnya, kita
bisa melihat perkembangan yang terjadi pada masa ini dan melakukan prediksi.
Sejumlah peristiwa yang terjadi tentunya telah memberikan gambaran atas apa
yang akan kita hadapi di masa depan. Hal-hal tersebut yaitu,
a.
perubahan lingkungan hidup,
meliputi:
1)
Jumlah penduduk yang bertambah
2)
Krisis air bersih untuk kebutuhan
rumah tangga dan industri
3)
Krisis lahan untuk tempat tinggal,
kawaasan industri, dan hutan
4)
Rusaknya ekosistem
5)
Musnahnya sejumlah organisme baik
di darat maupun air
6)
Meningkatnya suhu bumi karena efek
rumah kaca
7)
Meningkatnya risiko hujan asam
b.
Degradasi Moral
Krisis kemanusiaan tidak saja
terjadi akibat teknologi maju, tetapi juga akibat dari kecenderungan, idiologi,
dan gagasan yang tidak utuh. Contohnya, ide dan gerakan emansipasi yang
dikumangkan oleh para penggerak feminisme, yang mendorong agar wanita diberi
kesempatan yang sama di area publik dengan laki-laki. Kesempatan ini kemudian
teryata dimanfaatkan oleh perusahaan padat karya dengan merekrut pekerja
perempuan lebih banyak dibandingkan pekerja laki-laki. Perusahaan lebih banyak
merekrut pekerja perempuan dengan perimbangan, lebih rapi, dan tidak merepotkan
perusahaan. Akibatnya, kaum laki-laki susah mendapatkan pekerjaan dan implikasi
lebih lanjut rumah tangga menjadi berantakan karena perempuan lebih hebat
daripada laki-laki. Disisi lain, laki-laki yang nganggur akan berbuat apa saja
untuk mendapatkan uang, seperti merampok dan mencuri sehingga angka
kriminalitas meningkat. Selain itu
fenomena globalisasi juga berperan dalam masalah moral. Gaya hidup budaya barat
yang cenderung individual, konsumtif, dan hedonis turut menjadi ancaman.
c.
Perkembangan Sains dan Teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di masa depan diprediksi akan:
1)
Perkembangan signifikan pada
bidang fisika, serta inovasi dan aplikasi terhadap penelitian laser.
2)
Pemurnian bidang proses kontrol
sistem pada studi mekanik, biologi, dan elektronik
3)
Meningkatnya kualitas, fungsi, dan
penggunaan media massa
4)
Usaha restorasi lingungan
5)
Peningkatan fungsi komputer dan
gadget
6)
Kerja sama internasional di bidang
dagang, perekonomian, teknologi, dan komunikasi-informasi
7)
Robot-robot dan mesin-mesin
pengganti tenaga manusia; hal ini berpotensi menyebabkan meningkatnya
pengangguran.
8)
Perkembangan pesat di sektor
bioteknologi, genoteknologi, dan ekoteknologi
d.
Pendidikan Nasional. Kualitas
kemampuan intele sumber daya ,anusia dituntut memiliki kemampuan memadai dalam
hal intelektual, kemampua bahasa atau komunikasi, dan kemampuan intelektual.
2.
Tantangan yang Dihadapi Ilmu di
Masa Depan
Menurut
John Naisbit, pada era informasi muncul fenomena mabuk teknologi, yang ditandai
dengan beberapa indikator, yaitu:[14]
a.
Masyarakat lebih menyukai
penyelesaian masalah secara ketat
b.
Masyarakat takut dan memuja
teknologi
c.
Masyarakat mengaburkan antara yang
nyata dan yang semu
d.
Masyarakat menerima kekerasan
sebuah hal yang wajar
e.
Masyarakat mencintai teknologi
dalam bentuk mainan
f.
Masyarakat menjalani kehidupan
yang berjarak dan terenggut.
Dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tantangan utama dalam keilmuan lebih
terfokus pada sikap manusia dalam menghadapi perkembangan ilmu itu sendiri.
Kita memang membutuhkan pengembangan ilmu deemi kemudahan dan menjalani
kehidupan. Tapi, sudahkah ilmu tersebut dimanfaatkan dengan baik?
Berikut
beberapa tantangan yang akan dihadapi masyarakat dan keilmuan di masa depan:[15]
a.
Perubahan global
Pada tahun
1989 The Organization for Economic
Cooperation and Development (OECD) menerbitkan hasil simposium yang
diadakan di Paris dalam bentuk buku yang diberi judul One World or Several. Dalam buku tersebut menyebutkan tujuh masalah
besar yang dihadapi manusia masa depan. Ketujuh masalah itu ialah 1) Reaktivikasi
dunia secara menyeluruh, 2) Globalisasi versus Regionalisasi, 3) Pengembangan
sumber daya manusia dan pengelolaan pemerintah, 4) Kontrak pembangunan, 5) Pendirian
regiun energi internasional menghadapi perubahan lingkungan yang semakin
destruktif, 6) Migrasi internasional, dan 7) Memikirkan kembali nasib buruh-buruh
negara agraris. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi semakin
kompleks dan menyeluruh.
b.
Pendidikan global
Sistem
pendidikan global menuntut para siswanya untuk memiliki wawasan global untuk
mempersiapkan diri era globalisasi. Melalui pendidikan global, para siswa
diharapkan mampu bertindak lokal namun memiliki pemikiran global. Metode
pembelajaran seperti ini telah diterapkan di negara-negara maju dengan kualitas
HDI (Human Development Intelectual) yang tinggi. Untuk Indonesia, konsep
pendidikan seperti ini masih belum diterapkan secara optimal.
c.
Kesenjangan pemahaman IPTEK,
Pendidikan, dan HDI
Kesenjangan
pemahaman IPTEK dan kualitas pendidikan serta rendahnya angka HDI di Indonesia
khususnya terjadi karena dua faktor, yaitu sumber daya manusia yang kurang
memadai dan finansial yang masih sangat rendah.
d.
Perubahan tatanan kehidupan sosial
dan moral
Kehidupan
bermasyarakat di masa yang akan datang menunjukkan struktur masyarakat yang
cenderung individualis. Kualitas moral masyarakat pun terancam manurun karena
cepatnya penyerapan budaya asing.
e.
Kependudukan dan ketenagakerjaan
Di
negara-negara industri maju, pertambahan penduduk 1% bahkan beberapa negara
mendekati 0%, sehingga tahun 2025 jumlah penduduk di negara ini sekitar 1,4
milyar. Sedang negara-negara berkembang pada tahun 2025 diperkirakan mencapai
6,8 milyar. Sementara itu di Indonesia pada tahun 2020 jumlah penduduk mencapai
250 juta jiwa dan tahun 2050 mencapai 350 juta jiwa. Rata-rata pertumbuhan
penduduk ini menimbulkan sejumlah permasalahan dalam kehidupan di Indonesia.
Masalah kekurangan lahan tempat tinggal dan kurangnya lapangan pekerjaan akan
menjadi tantangan yang berat di masa depan.
f.
Permasalahan lingkunagan hidup
Sehubungan
dengan bertambahnya jumlah penduduk, ditambah dengan kegiatan industri
berpotensi memberi dampak negatif bagi lingkungan. Ditambah lagi dengan
punahnya sejumlah flora dan fauna langka dari bumi yang mengurangi kekayaan
ragam kehidupan.
3. Agama, Ilmu, dan Masa Depan Manusia
Agama dan ilmu dalam beberapa hal
berbeda, namun pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan
moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual) cenderung ekslusif, dan
subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru. Tidak perlu terikat dengan
etika progresif. Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji
kehidupan setelah mati, sedangkan ilmu memberi ketenangan dan sekaligus
kemudahan bagi kehidupan di dunia. Agama dan imu memiliki persamaan, yakni
bertujuan memberi ketenangan dan kemudahan bagi manusia.[16]
Agama mendorong umatnya untuk
menuntut ilmu hampir semua kitab suci menganjurkan umatnya untuk mencari ilmu
sebanyak mungkin. Agama dan ilmu sama-sama memberikan penjelasan ketika terjadi
bencana alam, seperti banjir dan gempa bumi. Gempa bumi dalam konteks agama
adalah cobaan Tuhan dan sekaligus rancangan-Nya tentang alam secara
keseluruhan. Adapun menurut ilmu, gempa bumi terjadi akibat pergeseran
lempengan bumi atau tersumbatnya lava gunung berapi oleh karena itu para ilmuan
harus mencari ilmu dan teknologi untuk mendektesi kapan gempa akan terjadi dan
bahkan kala perlu mencari cara mengatasinya.
Agama dan ilmu memilki kesamaan,
yakni sama-sama mendesain masa depan manusia. Desain agama lebih jauh dan
abstrak, sedangkan ilmu dan teknologi lebih pendek dan konkret. Desain agama
untuk memberikan ketenangan hidup setelah hidup, sedangkan desain ilmu dan
teknologi untuk hidup di masa depan di dunia ini. Dalam pandangan agama, ilmu,
dan teknologi merupakan aspek kehidupan umat manusia yang tertinggi. Tidak juga
merupakan puncak kebudayaan dan peradaban umat manusia di dalam evolusinya
mencapai kesempurnaan hidup.
Disini ilmuwan teknologi tidak harus
dilihat dari aspek yang sempit, tetapi harus dilihat dari tujuan jangka panjang
dan untuk kepentingan kehidupan yang lebih abadi. kalau visi ini yang diyakini
oleh para ilmuwan dan agamawan, maka harapan kehidupan ke depan akan lebih
cerah dan sentosa. Tentu saja pemikiran-pemikiran seperti ini perlu dukungan
dari berbagai pihak untuk terwujudnya masa depan yang lebih cerah dan harmonis.
Kesimpulan
Peran dan fungsi ilmuwan dalam
masyarakat juga perlu diperhitungkan, karena ilmuwan merupakan orang yang dapat
menemukan masalah spesifik dalam ilmu. Selain itu, ilmuwan pula terbebani oleh
tanggung jawab, tanggung jawab yang diemban oleh ilmuwan meliputi tanggung
jawab sosial, moral, dan etika. Ilmu akan senatiasa berkembang, sesuai dengan
perkembangan zaman dan inovasi kreativitas yang dilakukan berdasarkan pemikiran
manusia. Perkembangan ilmu yag semakin pesat ini menghasilkan teknologi dan
penemuan mutakhir memberikan sejumlah tantangan besar bagi manusia di masa
depan, baik tantangan mental, fisik, sampai moral. Kemajuan ilmu demi
kepentingan manusia ini memang sering salah pemanfaatan dan penyikapan,
sehingga sebenarnya tantangan yang akan dihadapi lebih kepada masalah teknis.
DAFTAR PUSTAKA
Adib,
Muhammad. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi,
Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bakhtiar,
Amsal. 2007. Filsafat Ilmu. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Burhanuddin,
Afid. 2012. “Tantangan dan Masa Depan Ilmu”, (https://afidburhanuddin.files.wordpress.com/2012/05/tantangan-dan-masa-depan-ilmu_2013_1.pdf).
Diakses 22 Juni 2016 Pukul 22:00.
Latif,
Mukhtar. 2014. Orientasi ke Arah
Pemabahasan Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group.
Semiawan,
Conny R, Made Putrawan, dan Setiawan. 1998. Dimensi
Kreatif dalam Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Surajiyo.
2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Suriasumantri,
Jujun S. 1998. Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Susanto.
2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam
Dimensi Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Watloly.“Filsafat Ilmu”. (http://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=16). Diakses 20 Juni 2016 Pukul 18:40.
Zakiyah,
Nita. 2013. “Tanggung Jawab Ilmuan”, (http://niethazakia.blogspot.co.id/2013/03/tanggung-jawab-ilmuwan.html). Diakses 20 Juni 2016 Pukul 18:30.
[1]Mukhtar Latif, Orientasi
ke Arah Pemabahasan Filsafat Ilmu, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), hlm
242.
[2]Muhammad Adib, Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahua, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm 230.
[3]Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), hlm
83.
[4]Conny R. Semiawan, Made Putrawan,
dan Setiawan, Dimensi Kreatif dalam
Filsafat Ilm, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hlm 116.
[5]Watloly, Filsafat Ilmu, (http://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=16). Diakses 20 Juni 2016 Pukul 18:40.
[6]Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm 237.
[7]Muhammad Adib, hlm 234.
[8]Mukhtar Latif, hlm 243.
[9]Nita
Zakiyah, TanggungJawabIlmuan, Diakses20 Juni 2016 Pukul 18:30.
[10]Surajiyo, hlm 86.
[11]Susanto, Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi,(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), hlm 196.
[12]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2007), hlm 225-226.
[15] Afid Burhanuddin.
[16]Amsal Bakhtiar, hlm 230.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar