Sabtu, 25 Juni 2016

Usul Fiqh: Maslahah Mursalah


Pendahuluan
Seluruh hukum yang ditetapkan Allah swt. atas hamba-Nya dalam bentuk suruhan atau larangan adalah mengandung maslahat. Tidak ada hukum syara’ yang sepi dari maslahat. Seluruh suruhan Allah bagi manusia untuk melakukannya mengandung manfaat untuk dirinya baik secara langsung maupun tidak. Manfaat itu ada yang dapat dirasakannya pada waktu itu juga dan ada yang dirasakan sesudahnya. Dalam perkembangan Islam banyak sekali dasar yang telah menjadi dasar hukum yang kita ketahui selain Al-Qur’an dan As-Sunnah dimana contohnya Ijma, Uruf dan lain sebagainya. Sebagaimana sudah menjadi perbincangan para ulama ushul fiqih. Dan banyak pula perbedaan para ulama-ulama ushul fiqih dan para imam-imam, ada yang mangakui kehujjahan dari maslahah mursalah dan ada pula yang menolak kehujjahannya.
A.    Maslahah
1.      Pengertian Maslahah
Secara etimologi maslahah berati sesuatu yang baik, yang bermanfaat dan ia merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan. Dengan kata lain baik dan benar. Menurut Jalaluddin Abdurrohman, maslahah ialah memelihara hukum syara’ terhadap berbagai kebaikan yang tlah digariskan dan ditetapkan batas-batasannya.Bukan berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia belaka. Menurut Imam al-Ghazali, maslahah pada dasarnya ialah berusaha meraih dan mewujudkan manfaat atau menolak kemudharatan. Menurut Ibn Tamiyah, maslahah adalah pandangan mujtahid tentang perbuatan yang mengandung kebaikan yang jelas dan bukan perbuatan yang  berlawanan dengan hukum syara’. Jadi dapat disimpulkan maslahah adalah kemaslahatan yang menjadi tujuan syara’ bukan kemaslahatan yang semata-mata berdasarkan keinginan dan hawa nafsu manusia saja.
2.  Maslahah Dari Segi Tingkatannya
a.       Maslahah Daruriyat
Maslahah daruriyat ialah kemaslahatan yang menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi manusia baik yang berkaitan dengan agama maupun dunia. Menurut Zakariya al-Biri ruang lingkup maslahah daruriyat dibagi menjadi lima yaitu :
1)      Pemeliharaan agama, yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk perinkat, seperti melaksanakan sholat lima waktu. Kalau sholat diabaikan maka terancamlah eksistensi agama.
2)      Pemeliharaan jiwa, seperi memenuhi kebutuhan pokok berupa makanan atau mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan pokok ini diabakaikan maka terancamlah eksistensi manusia.
3)      Pemeliharaan akal, menjaganya dari hal yang merusak seperti, meminum minuman keras, narkoba, dan jenis lainnya.
4)      Pemeliharaan keturunan, seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzina, kalau ketentuan akan terancam sebab tidak akan dikenali dan hilangnya tanggung jawab tentang hak-hak yang harus dipenuhi terhadap anak.
5)      Pemeliharaan harta, seperti syariat tentang cara pemikiran harta dan larangan mengambil harta orang  lain dengan jalan yang tidak sah. Apabila ketentuan ini dilanggar maka akan mengancam eksistensi harta manusia.
b.      Maslahah Hajiyat
Maslahah hajiyat ialah persolan-persoalan yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkn kesulitan dan kesusahan yang dihadapi. Contohnya, boleh berbuka puasa bagi musafir dan orang yang sedang sakit serta mengqasar sholat ketika dalam perjalanan.
c.       Maslahah Tahsiniyah
Maslahah tasiniyah ialah maslahah yang sifatnya untuk memelihara kebagusan dan kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Misalnya, dalam urusan ibadah Allah telah mensyari’atkan berbagai bentuk kesucian, menutup aurat dan berpaikan yang indah serta memakai harum-haruman.
3. Maslahah Dari Segi Eksistensinya
a.       Maslahah mu’tabarah
Maslahah mu’tabarah ialah kemaslahatan yang terdapat nash secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya. Dengan kata lain kemaslahatan yang diakui oleh syar’i dan terdapat dalil yang jelas utuk memelihara dan melindunginya. Allah SWT. telah menetapkan agar berusaha dengan jihad untuk melindungi agama melakukan qisas bagi pembunuhan, menghukum pelaku pemabuk demi pemeliharaan akal, menghukum pelaku zina dan begitu pula menghukum pelaku pencurian.
b.      Maslahah Mulgah
Maslahah mulgah ialah yang berlawanan dengan ketentuan nash. Dengan kata lain, maslahah yang tertolak karena ada dalil yang menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas. Contohnya, menyamakan pembagian harta warisan antara seorang perempuan dengan saudara laik-lakinya. Penyamaan antara seoarang perempuan dengan saudara laki-lakinya tentang warisan memang terlihat ada kemaslahatannya, tetapi berlawanan dengan ketentuan dalil nash yang jelas dan lebih rinci. Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an QS. An-Nisa :11
c.       Maslahah Mursalah
Secara harfiah, maslahah artinya kebaikan,kemanfaatan, keuntungan, atau terlepas dari kerusakan  Sedangkan mursalah artinya terlepas atau terbatas. Berarti maslahah mursalah adalah terlepas dan terbatas dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidaknya sesuatu dilakukan. Menurut istilah syara’, sebagaimana yang dikemukakan oleh  imam Al-Ghazali dalam kitab al-Mustasyfa, maslahah mursalah adalah sesuatu yang tidak ada bukti baginya dari syarak dalam bentuk nas yang membatalkannya dan tidak ada pula yang menetapkannya. Malik dan pengikutnya adalah kelompok yang secara jelas menggunakan maslahah mursalah sebagai salah satu metode ijtihadnya, sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i tidak memakainya sebagai metode  ijtihad.
1)      Syarat-syarat Penggunaan Maslahah Mursalah
Para ulama yang menggunakan maslahah mursalah sebagai metode ijtihad tidak begitu saja menerimanya, kecuali maslahah itu memenuhi syarat yang cukup ketat. Syarat yang umum adalah ketika suatu kasus tidak ditemukan hukumnya dalam nas yang sarih ( jelas ). Selain itu ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut :
a)      Maslahah itu bersifat riil ( hakiki ) dan umum, bukan maslahah yang bersifat perorangan atau bersifat zan. Ia juga dapat diterima akal sehat dengan dugaan kuat bahwa maslahah itu benar-benar mendatangkan manfaat secara utuh dan menyeluruh.
b)      Maslahah mursaah digunakan dalam keadaan yang mendesak. Jika maslahah tidak digunakan, umat akan berada dalam kesempitan dan kesulitan.
c)      Maslahah murslah hendaknya disepakati orang-orang islam tentang keberadaannya dan terbukti di praktiknya dalam kehidupan mereka.
d)     Bahwa pembentukan hukum berdasarkan kemaslahatan ini tidak bertentangan dengan hukum atau prinsip yang telah berdasarkan nash atau ijma’.
2)      Kehujjahan Maslahah Mursalah
Sebagian ulama mengakui bahwa maslahah mursalah sebagai metode ijtihad.Kejadian yang tidak ada hukumnya dalam nas, qiyas, dan ijmak.Hukumnya diserahkan kepada maslahah mursalah. Pembentukan hukum maslahah mursalah tidak akan berhenti akan terus menerus dibutuhkan. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal :
a)      Masalah umat itu selalu baru dan tidak ada habisnya, sedangkan hukumnya tidak ada dalam nas ( Al-Qur’an dan Sunnah ).jika maslahah mursalah tidak digunakan maka akan terjadi kekosongan hukum. Hal itu berarti bertentangan dengan tujuan penbentukan hukum. Maka kalau sekiranya hukum tidak disyariatkan untuk mengantisipasi kemaslahatan ummat manusia yang terus bermunculan dan apa yang dituntut oleh perkembangan mereka, serta pembentukan hukum hanya berkisar pada berbagai kemaslahatan yang diakui oleh syari saja, niscaya akan banyak kemaslahatan manusia yang tertinggal di berbagai tempat dan zaman, dan pembentukan hukum tidak mengikuti roda perkembangan manusia dan kemaslahatan mereka. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dimaksud dalam pembentukan hukum sebagai upaya perwujudkan kemaslahatan ummat manusia.
b)      Sejarah telah membuktikan bahwa para sahabat , tabi’in, dan para mujtahid membentuk hukum berdasarkan maslahah mursalah. Bahwasanya orang yang meneliti pemebentukan hukum oleh para sahabat, tabi’in, dan para imam mujtahid, maka ia akan merasa jelas bahwasanya mereka telah mensyariatkan berbagai hukum untuk merealisir kemaslahatan umum ini, bukan karena adanya dalil yang mengakuinya.
3)      Kedudukan Maslahah Mursalah sebagai Sumber Hukum
Para ulama berbeda pendapat mengenai kedudukan maslahah mursalah sebagai sumber hukum. Secara garis besar mereka terbagi dalam dua kelompok sebagai berikut :
a)      Jumhur ulama menolak maslahah mursalah sebagai sumber hukum, dengan alasan:
(1)   Bahwa dengan nas-nas dan qiyas yang dibenarkan syariat senantiasa memperhatikan kemaslahatan umat manusia.
(2)   Pembina hukum islam yang semata-mata didasarkan pada maslahat berarti membuka pintu bagi hawa nafsu.
b)      Imam Malik memperbolehkan berpegang  pada maslahah mursalah secara mutlak. Namun, menurut Imam Syafi’i diperbolehkan berpegang pada maslahah mursalah apabila sesuai dengan dalil kulli atau juz’i. pendapat ini didasari dari dua hal .
(1)   Kemaslahatan manusia berubah-ubah dan tidak ada habisnya. Jika pembinaan hukum dibatasi pada maslahat-maslahat yang ada petunjuknya dalam Al-Qur’an atau Sunnah, tentu banyak kemaslahatan yang  tidak ada status hukumnya pada masa dan tempat  yang berbeda.
(2)   Para sahabat, tabiin, serta mujtahid banyak menetapkan hukum untuk mewujudkan maslahat yang tidak ada petunjuknya dalam syarak. Misalnya, membuat penjara, mencetak uang, mengumpulkan serta membukukan Al-Qur’an dan sebagainya.
Kesimpulan
Maslahah mursalah terdiri dari dua kata, yaitu maslahah dan mursalah. Secara etimologi maslahah berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan, sedangkan mursalah adalah terlepas. Menurut terminologi dari beberapa pengertian yang dikemuukan oleh para ulama ushul dapat disimpulkan bahwa maslāhah mursālah adalah suatu maslahat yang tidak ada petunjuk dari syar’i baik itu dalam Alquran dan Hadis, apakah hal itu diperbolehkan atau dilarang. Tapi maslahat tersebut juga tidak boleh keluar dari prinsip-prinsip syar,i. Syarat-syarat maslahah dapat dijadikan suatu ketetapan hukum adalah Maslahatnya merupakan hal yang benar, bukan hanya dugaan semata. Maslahat itu bersifat umum, tidak hanya untuk kepentingan beberapa orang. Maslahat tidak boleh keluar dari prinsip-prinsip syari’ah. Dan maslahat hanya digunakan dalam kondisi yang memerlukan saja.
DAFTAR PUSTAKA
Khalallaf, Abdul Wahhab. 1993. Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul Fiqh). Jakarta: Rajawali.
............, 1994. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang : Dina Utama.
Romli. 2014. Studi Perbandingan Ushul Fiqh. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Syafe’I Rahmat. 2010. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung : Cv Pustaka Setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Akutansi Lembaga Keuangan Syariah : Akutansi Salam

AKUNTANSI SALAM BAB I PENDAHULUAN Semakin menguatnya gerakan ‘islamisasi’ sistem keuangan, khusus nya perbankan di dunia Islam pa...