Pendahuluan
Pesantren
atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional tertua di
Indonesia.
Pesantren adalah lembaga yang bisa dikatakan merupakan wujud proses wajar
perkembangan sistem pendidikan nasional. Secara histori pesantren tidak hanya
identik dengan makna keislaman tetapi juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia. Karena, sebelum datangnya Islam ke
Indonesia pun lembaga serupa pesantren ini sudah ada di Indonesia dan Islam
tinggal meneruskan, melestarikan dan mengislamkannya.Jadi pesantren merupakan
hasil penyerapan akulturasi kebudayaan Hindu-Budha dan kebudayaan Islam
kemudian menjelma menjadi suatu lembaga yang kita kenal sebagai pesantren
sekarang ini.
Pasang
surut peran pesantren sempat terjadi baik karena faktor di dalamnya maupun
diluarnya.Pesantren dari saat ke saat terus mengalami perubahan. Meskipun
intensitas dan bentuknya tidak sama antara satu dan yang lain, perubahan itu
dalam realitasnya berdampak jauh bagi keberadaan, peran, dan pencapaian tujuan
pesantren, serta pandangan masyarakat luas terhadap lembaga pendidikan ini.
Ironisnya, tidak semua orang dan tokoh pesantren menyadari sepenuhnya
seluk-beluk perubahan tersebut.
Salah satu contoh pondok pesantren adalah pondok
pesantren Al-Manshur di Popongan
Klaten.Perjalanan sejarah pondok pesantren
al manshur popongan sangat panjang.Setiap Pondok Pesantren memiliki
tradisi yang dilakukan atau dijalankan secara rutin. Tradisi tersebut dilakukan
untuk menanamkan dan melestarikan budaya islam, agar budaya yang dapat tertanam
dan tidak terhapus seiring perkembangan zaman yang modern ini.Pondok pesantren al-manshur
popongan salah satu pondok pesantren tradisional yang relatif tua, namun tetap
eksis hingga saat ini.
A.
Pengertian
Pondok Pesantren
Awal mula terbentuknya sebuah pondok pesantren tidak
lepas dari adanya dua hal yang saling terkait, yakni adanya keinginan para
murid (santri) untuk mendalami ilmu agama dan kemauan seorang guru (kyai) untuk
menyebarluaskan ilmu yang demikian. adanya dua kepentingan tersebut kemudian di
ikuti dengan dibuatnya pondokan sebagai tempat tinggal para santri. Lama
kelamaan jumlah pondokan tersebut makin banyak seiring dengan makin banyaknya
santri yang mengaji.
Podok pesantren berasal dari dua kata yaitu pondok dan
pesantren. Pondok menurut Zamakhasari Dhofier berasal dari bahasa Arab “Funduuq” yang berarti hotel atau
asrama, sedangkan pesantren berasal dari kata santri yang mendapat awalan pe
dan akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.
Sebenarnya penggunanaan gabungan kedua istilah secara
intergral yakni pondok dan pesantren menjadi Pondok Pesantren menurut Prof. Dr.
Mujamil Qomar, M.Ag yaitu, sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran yang
menekankan pelajaran agama islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal
santri yang bersifat permanen.
B. Dasar
dan Tujuan Pondok Pesantren
Dasar dan tujuan
pendidikan pondok pesantren adalah keinginan untuk menghilangkan kebodohan,
memperbaiki akhlak dan mengangkat masyarakat dengan didikan dan uswah khasanah dari kyai. Keinginan ini
didorong oleh rasa tanggung jawab kyai atau ulama terhadap masyarakat.
Sejak awal
pertumbuhannya, tujuan utama pendidikan Pondok Pesantren adalah:
1.
Menyiapakan
santri mendalami dan menguasai ilmu agama Islam atau lebih dikenal dengan Tafaqquh Fiddin, yang diharapkan dapat
mencetak kader-kader ulama dan turut mencerdaskan masyarakat Indonesia,
kemudian diikuti dengan tugas.
2.
Dakwah
menyebarkan agama islam, dan
3.
Benteng
pertahanan umat dalam bidang akhlak.
Jadi, tujuan
pendidikan Pondok Pesantren juga dapat disimpulkan yaitu menciptakan dan
mengembangkan kepribadian Muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmad
kepada masyarakat dngan jalan menjadi kawula atau abdi masyarakat, yaitu
menjadi pelayan masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad, mampu berdiri
sendiri dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam
dan kejayaan umat di tengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian manusia.
Dengan demikian,
keberadaan Pondok Pesantren lebih didasarkan pada keinginan untuk menegakkan
ajaran Islam. Dari ajaran Islam ini maka nantinya diharapkan dapat membentuk
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterempilan, kesehatan jasmani dan
rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
C. Elemen-elemen
Pondok Pesantren
Untuk dapat disebut
pondok pesantren, harus memenuhi elemen-elemen sebagai berikut:
1.
Pondok
Dalam tradisi pesantren, pondok merupakan asrama dimana
santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kyai-kyai. Pada umumnya
komplek pesantren dikelilingi dengan pagar sebagai pembatas yang memisahkan
pesantren dengan masyarakat disekitarnya.
Bagunan pondok pada tiap-tiap pesantren berbeda-beda,
baik mengenai kualitas maupun kelengkapannya. Ada yang didirikannya atas
biaya-biaya kyai-nya, atas gotong royong para santri, sumbangan masyarakat atau
sumbangan pemerintah.
Sistem pemondokan ini bukan saja merupakan elemen penting
dalam tradisi pesantren, tetapi juga penompang utama bagi pesantren untuk terus
bekembang.
2.
Masjid
Masjid merupakan pusat pendidikan dalam pesantren.
Aktivitas/kegiatan pesantren berpusat di masjid. Masjid dianggap tempat paling tepat
untuk mendidik para santri, menanamkan disimplin sholat lima waktu dan
pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Masjid pesantren biasanya dibangun dekat
rumah kyai dan berada di tengah-tengah komunitas pesantren.
3.
Pengajaran
Kitab-kitab Islam Klasik
Pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama dikalangan
ulama yang menganut faham Syafi’iyah tetap diberikan dalam pesantren. Hal
tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren pendidik
calon-calon ulama yang setia kepada faham Islam tradisional. Keseluruhan kitab
yang diajarkan dalam pesantren dalam digolongan kedalam delapan kelompok yaitu:
a. Nahwu dan Shorof, b. Fiqih, c. Ushul Fiqih, d. Hadits, e. Tafsir, f. Tauhid,
g. Tasawuf dan etika, h. cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghoh.
4.
Santri
Santri
pada dasarnya merupakan sebutan khusus bagi santri yang tinggal di pesantren
guna menyerahkan diri. Jumlah santri dalam sebuah pesantren biasanya dijadikan
tolak ukur besar kecilnya atau maju mundurnya pesantren.
Menurut
tradisi pesantren, ada dua kelompok santri yaitu:
a.
Santri
Mukim
Santri
mukim adalah santri yang selama menuntut ilmu tinggal di dalam pondok pesantren
yang disediakan pesantren, biasanya mereka tinggal dalam satu kompleks yang
berwujud kama-kamar. Satu kamar biasanya di isi oleh lebih dari tiga orang,
bahkan terkadang sampai 10 orang lebih.
b.
Santri
Kalong
Santri
kalong adalah santri yang tinggal di luar komplek pesantren, baik di rumah
sendiri maupun di rumah-rumah penduduk di sekitar lokasi pesantren, biasanya
mereka datang ke pesantren pada waktu ada pengajian atau kegiatan-kegiatan
pesantren yang lain.
5.
Kiai
atau Ustadz
Keberadaan kiai dalam lingkungan pesantren merupakan
elemen yang cukup esensial. Laksana jantung bagi kehidupan manusia begitu urgen
dan pentingnya kedudukan kiai, karena dialah yang merintis, mendirikan,
mengelola, mengasuh, memimpin, dan terkadang pula sebagai pemilik tunggal dari
sebuah pesantren.
Oleh karena itu, pertumbuhan suatu pesantren sangat
bergantung kepada kemapuan pribadinya kiainya, sehingga menjadi wajar bila kita
melihat adanya banyak pesantren yang bubar, lantaran ditinggal wafat kiainya, sementara
dia tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan kepemimpinannya.
Di lingkungan pesantren, seorang kiai adalah hirarki
kekuasaan satu-satunya yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai
penyelemat para santri dari kemungkinan melangkah ke arah kesesatan, kekuasaan
ini memiliki perwatakan absolut sehingga santri senantiasa terikat dengan
kiainya seumur hidupnya, minimal sebagai
sumber inspirasi dan sebagai penunjang moral dalam kehidupan pribadinya.
D.
Peran
Pesantren
Pesantren
mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga
pendidikan islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan
keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan sekaligus
menjadi simpul budaya, maka itulah pondok pesantren.[1]
1. Lembaga
Pendidikan
Pengembangan apapun
yang dilakukan dan dijalani oleh pesantren tidak mengubah ciri pokoknya sebagai
lembaga pendidikan dalam arti luas.Ciri inilah yang menjadikannya tetap
dibutuhkan oleh masyarakat.Disebut dalam arti luas, karena tidak semua
pesantren menyelenggarakan madrasah, sekolah, dan kursus seperti yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan di luarnya.[2]
2. Lembaga
Keilmuan
Pola ini membuka
peluang bagi pesantren untuk menghadirkan diri juga sebagai lembaga keilmuan.Modusnya
adalah kitab-kitab produk para guru pesantren kemudian dipakai juga di
pesantren lainnya.
3. Lembaga
Pelatihan
Pelatihan awal yang
dijalani para santri adalah mengelola kebutuhan diri santri sendiri; sejak
makan, minum, mandi, pengelolaan barang-barang pribadi, sampai ke urusan
merancang jadwal belajar dan mengatur hal-hal yang berpengaruh kepada
pembelajarannya, seperti jadwal kunjungan orang tua atau pulang menjenguk
keluarga.[3]
4. Lembaga
Pemberdaya Masyarakat
Kebesaran pesantren
akan terwujud bersamaan dengan meningkatnya kapasitas pengelola pesantren dan
jangkauan programnya di masyarakat. Karakteristik inilah yang dapat dipakai
untuk memahami watak pesantren sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.
5. Lembaga
Bimbingan Keagamaan
Faktor yang mendukung
pesantren sebagai lembaga bimbingan keagamaan adalah kualifikasi Kiai dan
Jaringan Kiai yang memiliki kebersamaan panduan keagamaan terutama di bidang
fiqh, dan kesamaan pendekatan dalam merespon masalah-masalah yang berkembang di
masyarakat.[4]
6. Simpul
Budaya
Pesantren dan simpul budaya itu
sudah seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Bidang garapannya yang berada
di tataran pandangan hidup dan penguatan nilai-nilai luhur menempatkannya ke
dalam peran itu, baik yang berada dan penguatan pengaruh kerajaan islam maupun
di luarnya. Pesantren hadir sebagai sebuah sub-kultur, budaya sandingan, yang
bisa selaras dengan budaya setempat sekaligus tegas menyuarakan prinsip
syari’at.Di situlah pesantren melaksanakan tugas dan memperoleh tugas.
HASIL PENELITIAN
A.
Letak
Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan
Pondok
pesantren Al-Manshur terletak di Dukuh Popongan Tegalgondo Kecamatan Wonosari
Kabupaten Klaten.[5]Pemilihan lokasi ini dinilai sangat
strategis bagi para santri yang mondok di Al-Muayyad, baik santri yang
berpendidikan formal maupun non formal.Sejarah Berdiri dan Perkembangannya
B.
Sejarah Berdiri dan Perkembangannya
Pada tanggal 1980, pesantren popongan
berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan.[6]Nama
Al-Manshur diberikan oleh K.H Muhammad Salman Dahlawi untuk mengenang
pendirinya yaitu KH. Muhammad Manshur. Kata Al Manshur dalam bahasa arab
mempunyai arti yang sangat indah yaitu kekal, penolong, pemenang. Jadi harapan
selain mengenang pendirinya sekaligus menjadi penolong, pemenang, kekal atau
tangguh.
Kepemimpinan pondok pesantren Al-Manshur, ini
terbagi dalam empat generasi, yaitu Masa KH. Muhammad Manshur, KH. MuhammadSalman
Dahlawi, KH. Ahmad Djablawi, dan KH. Nashrun Minalloh, BA.
1. Generasi Pertama (KH. Muhammad
Manshur)
Latar
belakang Pondok Pesantren Al-Manshur di popongan bermula ketika KH.Muhammad
Manshur di ambil oleh seorang petani kaya yaitu Haji Fadlil yang tinggal di
Dukuh Popongan yang dinikahkan dengan Nyai Kamilah putrid Kyai Fadlil.Kejadian
ini berlangsung pada tahun 1918.Sebagai seorang yang pandai dan ‘alim dalam
bidang agama, Muhammad Manshur di minta mertuanya menjadi guru ngaji bagi
masyarakat Popongan dan sekitarnya.Inisiatif ini di ambil oleh Haji fadlil
karena mengetahui bahwa penduduk sekitar tempat tinggalnya sangat membutuhkan pengetahuan
dan pendalaman ilmu agama.
Sejarah
berdirinya Pondok Pesantren Al-Manshur melalui proses yang panjang. Pada
awalnya hanya mulai dari Kelompok Ngaji (Majlis
Ta’lim) kecil.Murid yang datang hanya berasal dari Dukuh Popongan
sendiri.Lambat laun jumlah santri bertambah puluhan orang dan kebanyakan masih
santri kalong atau santri yang tidak menetap.
Bagunan
untuk pondokan selesai dikerjakan tahun 1926 adapun pembangunan masjid selesai
tahun 1927 dalam perkembangannya bangunan yang didirikan pertama kali itu
sekarang dengan pondoko sepuh. Pondok sepuh inilah yang kemudian menjadi
tonggak awal berdirinya Pondok Pesantren Al-Manshur popongan.KH.Muhammad
Manshur sebagai pendiri merupakan elemen yang memberikan corak khas pesantren.
KH.Muhammad
Manshur wafat pada tahun 1955 sepeninggal beliau kegiatan dan kepemimpinan
Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan di teruskan oleh KH.Muhammad Salman
Dahlawi cucu KH.Muhammad Manshur putra dari pasangan KH.Muqri dan Hj
Masfuah.KH. Muhammad Salman Dahlawi juga dipercaya untuk mewarisi dan
melanjutkan Ilmu Thoriqoh Naqsabandiyah dan merintis kembali apa yang pernah
dilakukan kakeknya KH. Muhammad Manshur.
2. Generasi
Kedua (KH. Muhammad Salman Dahlawi)
Pada
era kepemimpinan KH. Muhammad Salman Dahlawi inilah sejak 21 Juni 1980,
pesantren popongan berganti nama menjadi Pondok Pesantren Al-Manshur untuk
mengenang pendirinya, sekaligus peresmian yayasannya. Seperti di pesantren
lain, semula santri yang dating hanya nyantri dan ngaji dengan sistem sorongan
dan bandongan (sistem pengajian tradisional di pesantren).Di bawah pengasuh
KH.Muhammad Salman Dahlawi ini Pondok Pesantren Al-Manshur Popongan mulai
menata struktur pendidikannya.Yakni dengan melegalisasi kegiatan pesantren baik
di bidang pendidikan, keagamaan, sosial dan kemasyarakatan yang berbadan hokum.
Untuk mengahadapi perubahan zaman pendidikan formal juga dikembangkan sampai
berikut: Tahafudzul Qur’an, TK Al Manshur, MTS Al Manshur, Ma Al Manshur,
Madrasah Diniyah Al Mnashur dan Pesantren Terekat Naqsyabandiyah.[7]
Fasilitas
pondok Pesantren Al Mnashur yang saat ini ada antara lain mempunyai tiga lokal
asrama 1 asrama untuk Pondok Putra dan 2 Asrama untuk Pondok Putri.
Kyai Salman
juga sering memberikan pelajaran fikih di berbagai daerah di Kabupaten Klaten
dan daerah sekitarnya.Mursyid Tarekat
Naqsyabandiyah ini juga menjadi rujukan dalam masail diniyyah jika terjadi perselisihan pendapat di antara
warga masyarakat. Di Pondok Pesantren Al-Manshur, Mbah Salman lebih sering
mengajarkan akhlaq dan tauhid, sedangkan di Pondok Sepuh (Zawiyah Tarekat), ia
mengajarkan tasawuf dan suluk Naqsyabandiyah-Khalidiyah.
3. Generasi
Ketiga (KH. Ahmad Djablawi)
Kegiatan
beliau sehari-hari hanya mengajar Al-Qur’an dan tadarus sendiri.Hari-harinya
dilalui dengan Al-Qur’an meskipun sakit beliau sempatkan untuk selalu membaca
Al-Qur’an. Motto beliau adalah apa yang telah dipesankan kepadanya dari mbah
Manshur yaitu dengan dasar Hadits Qudhsi yang terpampang di pinru dhalem Kh.
Muhammad Manshur yang berbunyi: “barang
siapa yang disibukkan oleh membaca al-qur’an berdzikir kepadaku (Allah)
sehingga tidak sempat berdo’a (meminta sesuatu) kepada Ku maka akan Aku beri ia
sesuatu yang lebih mulia daripada yang Aku berikan kepada mereka yang berdo’a
(meminta)”.[8]
4. Generasi
Keempat (KH. Nashrun Minalloh, BA)
Kh.
Nashrun Minalloh, BA adalah pengasuh Pondok Pesantren Al-Manshur yang sekarang
ini.
C. Tradisi
Pondok Pesantren Al-Mansur Popongan
Seperti yang seringkali diungkapkan oleh pengamat
pesantren bahwa selama ini pesantren telah menghasilkan subkultur tersendiri,
hal ini sama juga terjadi pada pondok pesantren Al-Manshur Popongan, yakni
suatu komunis yang didasarkan pada pandangan hidup yang kuat tentang perlunya
menanamkan sikap kepatuhan beragama berdasarkan tradisi-tradisi yang dimiliki
pesantren. Tradisi-tradisi yang ada di pondok pesantren Al-Manshur antara lain
yaitu:
1. Pengajian
Pengajian dalam bahasa Arab disebut At-ta’llimu yang artinya
belajar, pengertian dari makna pengajian atau ta’lim mempunyai nilai ibadah
tersendiri, hadir dalam ilmu agama bersama seorang alim atau orang yang berilmu
merupakan bentuk ibadah yang wajib setiap muslim. Di dalam pengajian terdapat
manfaat yang begitu besar, yaitu menambah dari salah satu orang yang biasa
berbuat negatif dengan memanfaatkanya menjadi positif atau dengan kata lain
untuk merubah diri dari perbuatan keji dan munkar.
Pengajian di pondok pesantren Al-Mansur Popongan dilakukan rutin setiap
minggu legi di masjid Al-Mansur.[9]
Dengan adanya pengajian seperti ini santri-santriwan lebih memahami agama
dengan penuh.
2.
Hadrah
Seni
hadrah (rudat) merupakan salah satu kesenian tradisi dikalangan umat Islam.
Kesenian ini berkembang seiring dengan tradisi memperingati Maulid Nabi di
kalangan umat islam. Kesenian ini menggunakan syair berbahasa Arab yang
bersumber dari kitab Al-Barzanji, sebuah kitab sastra yang terkenal di kalangan
umat islam yang menceritakan sifat-sifat Nabi dan keteladanan akhlaknya. ”Dulu
seni hadrah berkembang dengan pesat di kalangan pesantren-pesantren.
Hadrah adalah kesenian lokal yang harus dipertahankan dan
termasuk drum ensembel yang biasa digunakan sebagai iringan untuk menyanyikan
nyanyian yang sifatnya memuji agama islam. Kesenian ini terdiri dari beberapa
rebana antara 8 atau bahkan 10 rebana yang dimainkan dalam musik ensembel.
Hadrah adlah kesenian tradisional yang sangat berharga. Sebagai orang yang
peduli dengan kesenian lokal, tentunya wajib hukumnya untuk melestarikan dan
menjaga kesenian ini agar tidak hilang.
Di
pondok pesantren al manshur popongan terdapat hadrah yang bernama hadrah al
manshur popongan.Setiap hari santriwan latihan hadrah dan melatih anak-anak
disekitar pondok pesantren bermain hadrah.[10]
3.
Khotmil Qur’an dan Haul
Di pondok pesantren Al-Mansur Popongan,terdapat tradisi
yang unik yaitu acara khatmil Qur’an. Dalam bahasa jawa, mereka menyebut
sebagai “khataman Al-Qur’an”. Acara ini diikuti oleh santriwan dan santriwati
yang telah selesai belajar dan telah selesai menghafal Al-Qur’an. Biasanya
acara diadakan bersamaan dengan peringatan hari besar islam yaitu ketika maulud
nabi.
Pengertian haul berasal dari bahasa arab,bermakna “telah
lewat atau ulangtahun”. Masyarakat jawa menyebutnya “khol” suatu upacra ritual
keagamaan untuk memperingati meninggalnya seorang yang ditokohan dari para
wali,ulama’,kyai atau salah satu dari anggota keluarga. Seperti contohnya haul
Al-Mansur terakhir diadakan bersamaan dengan putaran pertama kegiatan
bersholawat 12 malam Jamaah Muji Rosul (jamuroh) Surakarta.
Kesimpulan
Setelah riset
yang kami lakukan maka kami menyimpulkan b
ahwa pesantren merupakan sebuah pendidikan tradisional yang para santrinya tinggal
bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan
kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Setiap pesantren memiliki tradisinya
masing-masing dan tradisi yang dilakukan berbeda-beda misalnya pengajian, hadrah,
khatmil Qur’an dan Haul dan lain-lain. Namun setiap tradisi tersebut
mengajarkan pendalaman tentang ilmun agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaji, dkk. 2014. Album
Khataman Al Qur’an 2014. Klaten: Pondok Pesantren Al Manshur Popongan
Dian, dkk. 2007. Praktis Pembelajaran Pesantren. Bantul:
LKiS Pelangi Aksara
Muin M, Abd dkk. 2007. Pendidikan Pesantren Dan Potensi
Radikalisme. Jakarta: CV. Prasasti.
Fajri Isnaini. (2010). Peran Pondok Pesantren Al Manshur Putri
dalam Pendidikan Tahfidzul Qur,an.Skripsi pada FITK IAIN Surakarta: tidak
diterbitkan
Wawancara dengan fauziah (pengurus PP.
Al Mansur Popongan) pada tanggal 17 April 2016 di Pondok Pesantren Al Mansur
Putri
http://ponpesalmanshur.blogspot.co.id.
[1]Dian, dkk.Praktis Pembelajaran Pesantren, (LKiS Pelangi Aksara: Bantul,
2007), hlm 11
[4]Ibid., 20
[5]Darmaji, dkk.Album Khataman Al-Qur’an 2014, (Pondok Pesantren Al-Manshur:
Klaten, 2014), hlm 5
[6]Ibid., hlm 8
[7]Ibid., hlm 6
[8]Ibid., hlm 12
[9]Wawancara dengan
fauziah (pengurus PP. Al Mansur Popongan) pada tanggal 17 April 2016 di Pondok
Pesantren Al Mansur Putri
[10]Ibid.,