Senin, 05 Maret 2018

Akutansi Lembaga Keuangan Syariah : Akutansi Salam

AKUNTANSI SALAM
BAB I
PENDAHULUAN

Semakin menguatnya gerakan ‘islamisasi’ sistem keuangan, khusus nya perbankan di dunia Islam pada beberapa tahun belakangan ini memunculkan sejumlah persoalan, di antaranya adalah pengembangan akad (Aziz, 2012: 22). Bank syariah merupakan sebuah solusi untuk mendapatkan modal usaha tanpa adanya bunga pinjaman. Hal tersebut seakan menjadi solusi di kalangan ummat Islam Indonesia untuk mendapatkan modal usaha tanpa harus terlibat ke dalam riba yang meskipun dalam hal ini masih menjadi perbedaan pendapat.
Beralihnya  ummat  Islam  dari  bank konvensional menuju  bank  syariah membuat bank syariah semakin memperbanyak jenis-jenis transaksi. Transaksi- transaksi tersebutlah yang menjadi fasilitator antara bank syariah bersama-sama nasabah terhindar dari unsur-unsur riba. Dalam kaitan hal ini, transaksi yang digunakan sudah berupa barang, tentu tidak terlepas dari aturan-aturan yang terdapat di dalam Islam. Pertumbuhan perbankan syariah semakin pesat dan sudah seharusnya diiringi dengan perkembangan jenis produk dan variasi akad yang sesuai dengan prinsip syariah (Ningsih, 2015: 13-14).
Prinsip Syari’ah adalah aturan perjanjian yang berdasarkan hukum Islam (al-Qur’an dan Sunnah) antara Bank dan pihak lain, untuk menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah. Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang dikemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian (Qusthoniah, 2016: 88).
Dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia sedang mengalami kemajuan yang pesat. Pernyataan ini ditandai dengan jumlah aset yang dimiliki sektor perbankan syariah. Seperti yang dilansir oleh sindonews pada hari selasa, 6 September 2016 bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per Juni 2016, sektor perbankan syariah memiliki total aset sebesar Rp 306,23 Triliun. Aset perbankan syariah tersebut tumbuh sebesar 11,97% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Hal ini tentu merupakan kebanggaan tersendiri bagi sektor perbankan syariah karena perbankan syariah masih terbilang baru di Indonesia akan tetapi mampu menyaingi perbankan konvensional, bahkan ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997 perbankan syariah mampu bertahan dengan tetap memberikan kinerja yang cukup baik sehingga pemerintah dan otoritas moneter berupaya membantu perkembangannya melalui peluncuran dual banking system dengan terbitnya UU No. 10 Tahun 1998. Kemudian dengan lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 semakin memperjelas landasan operasi bagi bank syariah dan menjadi tonggak penting nasib perbankan syariah di Indonesia.
Akan tetapi perbankan syariah tidak boleh senang dulu, karena dengan berkembangnya perbankan syariah maka tantangan yang dihadapi akan semakin besar dan persaingan akan semakik ketat. Oleh karena itu para bankir harus lebih inovatif dalam mengembangkan produk-produknya. Jadi tidak hanya terpaku pada produk-produk tertentu saja yang bisa dikatakan produk tersebut tidak jauh berbeda dengan produk perbankan konvensional, hanya nama saja yang berbeda.
Dalam mengeluarkan pembiayaan, rata-rata perbankan syariah lebih banyak menggunakan pola akad murabahah. Memang ada juga yang menggunakan pola akad lainnya seperti mudharabah, musyarakah dll tetapi hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat dari data yang diterbitkan OJK tentang pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah (Kompasiana.com).
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian akad salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Para ahli ulama fiqh menamainya al mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada tempat. Kata “mendesak ” dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan barang tersebut dikemudian hari sementara dari sisi penjual, ia sangat membutuhkan uang tersebut. Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan dan pembeli melakukan pembayaran dimuka, sedangkan penyerahan baru dilakukan di kemudian hari.
Menurut PSAK 103 (2007) salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslim illaihi) dan pelunasannya dilakukan oelh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Untuk menghindari suatu resiko yang merugikan, pembeli boleh meminta jaminan dari si penjual.
Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika lembaga keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salm pararel (Furywardhana, 2009: 21).
Dalam PSAK 103 (2007) memjelaskan bahwa alat pembayaran modal salam adalah dapat berupa uang tunai, barang atau manfaat, akan tetapi tidak boleh berupa pembebanan utang pnjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain. Oleh karena itu, tujuan dari penyerahan modal usaha salam adalah sebagi modal kerja, sehingga dapat digunakan untuk penjual dalam menhasilkan barang (produksi) sehingga dapat memenuhi pesanan.
Manfaat salam bagi pembeli adalah adanya jaminan untuk memperoleh barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat membutuhkan, dengan harga yang telah disepakati di awal. Sedangkan manfaat bagi penjual adalah diperolehnya dana untuk melakukan aktivitas produk dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam akad salam harga barang pesanan yang sudah disepakati tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Apabila barang yang dikirim tidak sesuai dengan keinginan dan ketentuang yang telah disepakati sebelumnya. Seperti halnya dalam bab murabahah yang sudah dibahas, maka pembeli boleh melakukan khiar yaitu apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.
Apabila seorang pemebeli menerima barang, sedangkan kualitas lebih rendah dari apa yang telah disepakati, maka pembeli akan mengakui adanya kerugian dan tidak boleh meminta pengurangan harga, karena harga sudah disepakati dalam akad dan tidak dapat di ubah. Demikian juga, apabila kualitasnya lebih tinggi, penjual tidak dapat meminta tambahan harga dan pembeli tidak boleh mengakui adanya keuntungan, karena kalau diakui sebagai keuntungan dapat dipersamakan adanya unsur riba (kelebihan yang tidak ada iwad atau faktor pengimbang yang dibolehkan syariah) (Wasilah, 2014: 198).
Transaksi salam biasanya digunakan pada industri pertanian. Bahkan akad salam dapat digunakan untuk membantu petani dengan tiga strategi pendekatan yang dilakukan pemerintah antara lain (Wasilah, 2014: 199) dalam (Syafi’i Antonio, 1999).
1.      Pemerintah membentuk perusahaan pembiayaan syariah, untuk sektor pertanian secara khusu dalam bentuk BUMN nonbank. Perusahaan tersebut bertanggungjawab untuk menyalurkan pembiayaan pada petani dan kemudian menjual hasil pertanian yang didapat kepada publik atau pemerintah dalam kata lain untuk memperluas peran bulog, di man bulog difungsikan pula sebagai lembaga pembiayaan petani. Hal yang terpenting dari lembaga tersebut haruslah amanah.
2.      Pemerintah membentuk bank pertanian syariah. Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara bank untuk menyimpan hasil pertanian, mengingat ia akan menerima dalam bentuk produk dari petani dan bukan dalam bentuk uang. Untuk hal tersebut, perlu adanya modifikasi dari skema salam, di mana bank dapat menunujuk pertani yang bersangkutan untuk menjualkan hasil petaniannya ke pasar dan kemudian mengembalikan sejumlah uang kepada bank. Petani dapat diberikan komisi tambahan oleh bank karena telah bertindak sebagai agennya.
3.      Melalui penerbitan sukuk. Daerah-daerah surplus pangan dapat menerbitkan sukuk berbasis salam dan daerah-daerah yang kekurangan pangan d apat menginvestasikan dananya untuk membeli sukuk. Daerah surplus pangan akan memiliki modaltambahan dan daerah minus pangan akan mendapatkan kepastian supply pangan.

B.     Dasar Hukum Akad Syariah
1.      Al-Qur’an
a.       Surat Al-Baqarah ayat 282
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.”
b.      Surat Al-Maidah ayat 1
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
2.      Al-Hadis
a.       Hadist Riwayat Bukhari Muslim
Barang siapa melakukan salam, hendaknya ia melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari Muslim)
b.      Hadist Riwayat Ibnu Majah
Tiga hal yang didalmnyaterdapat keberkahan: jual beli secara tangguh muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).

C.    Rukun dan Ketentuan Akad Salam
Menurut Nurhayati dan Warsilah (2014: 202) rukun dan ketentuan akad salam adalah sebagai berikut:
1.      Pelaku, terdiri atas penjual (muslam illahi) dan pembeli (al muslam). Pelaku adalah cakap hukum dan baligh.
2.      Objek akad
a.       Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam, yaitu:
1)      Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya.
2)      Modal salam berbentuk uang tunai. Para ulama berbeda pendapat masalah bolehnya pembayaran dalam bentuk aset perdagangan. Beberapa ulama menganggapnya boleh.
3)      Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung, tidak boleh utang atau merupakan pelunasan piutang. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba melalui mekanisme salam.
b.      Ketentuan syariah barang salam, yaitu:
1)      Barang tersebut harus dapat dibedakan/ diidentifikasi mempunyai spesifikasi dan karakteristik yang jelas seperti kualitas, ukuran dan lain sebagainya sehingga tidak ada gharar.
2)      Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi/ ditakar/ ditimbang.
3)      Waktu penyerahan barang harus jelas, tidak harus tanggal tertentu boleh juga dalam kurun waktu tertentu, misalnya dalam waktu 6 bulan atau musim panen disesuaikan dengan kemungkinan tersedianya barang yang dipesan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah gharar atau ketidakpastian, harus ada pada waktu yang ditentukan.
4)      Barang tidak harus ada ditangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan.
5)      Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad menjadi fasakh/ rusak dan pembeli dapat memilih apakah menunggu sampai dengan barang yag dipesan tersedia atau membatalkan akad sehingga penjual harus mengembalikan dana yang telah diterima.
6)      Apabila barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad, maka pembeli boleh khiar atau memilih untuk menerima atau menolak. Kalau pilihannya menolak maka si penjual memiliki utang yang dapat diselesaikan dengan pengembalian dana atau menyerahkan produk yang sesuai dengan akad.
7)      Apabila barang yang dikirim memiliki kualitas yang lebih baik, maka penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran dan hal ini dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan,
8)      Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih menolak atau menerimanya. Apabila pembeli menerima maka pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga.
9)      Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asalkan disetujui oleh kedua pihak dan dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh menuntut penambahan harga.
10)  Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak boleh dilakukan secara syariah
11)  Kaidah penggantian barang yang dipesan dengan barang lain. Para ulama melarang penggantian barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipesan dengan barang lainnya. Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas yang sama, tetapi sumbernya berbeda, para ulama membolehkannya.
12)  Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah. Namun sebaiknya dijelaskan dalam akad, apabila tidak disebutkan maka harus dikirim ke tempat yang menjadi kebiasaan, misalnya gudang pembeli
3.      Ijab Kabul
Ijab kabul adalah peryataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

D.    Berakhirnya Akad Salam.
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2014: 203) hal-hal yang dapat membatalkan kontrak adalah:
1.      Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
2.      Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad.
3.      Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.
4.      Barang yang dikirim kualitasnya tidak sesuai akad tetapi pembeli menerimanya.
5.      Barang diterima.
Apabila barang yang dikirm tidak sesuai kualitasnya dan pembeli memilih untuk membatalkan akad, maka pembeli berhak atas pengembalian modal salam yang sudah diserahkannya. Pembatalan dimungkinkan untuk keseluruhan barang pesanan, yang mengakibatkan pengembalian semua modal salam yang telah dibayarkan. Dapat juga berupa pembatalan sebagian penyerahan barang pesanan dengan pengembalian sebagian modal saham (Nurhayati dan Wasilah, 2014: 203-204).

E.  Fatwa DSN No: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang salam
Ketentuan tentang pembayaran:
1.    Alat bayar harus diketehui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang atau manfaat.
2.    Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3.    Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
Ketentuan barang:
1.    Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2.    Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3.    Penyerahan dilakukan kemudian.
4.    Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5.    Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6.    Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang yang sejenis sesuai kesepakatan.
Ketentuan tentang salam paralel:
Diperbolehkan melakukan salam paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya:
1.    Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2.    Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3.    Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurungan harga (diskon).
4.    Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
5.    Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu pnyerahan atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki duapelihan:
a.    Membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya.
b.    Menunggu sampai barang tersedia (Muljono, 2015: 179-180).

F.     Jenis-Jenis Akad Salam
Menurut Nurhayati dan Wasilah (2014: 200) jenis-jenis akad salam adalah sebagai berikut:
1.      Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada ketika transaksi dilakukan, pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan di kemudian hari.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihHtBFnDRimsculwgLAWMCVEMDDeHBg2YI6JhLDdF_hnMR10G-0NGo68BC_wEMTAA7CuQtbi4WetZ1qRFQcKzBApnPew_YF4DDmOJmJR7g7CdhLvSAFsa3BWmCTODfsxJ2TQN26rw01HAW/s1600/bai+salam+gambar.png
2.      Salam paralel, artinya melaksanakan transaksi salam yaitu antara pemesan pembeli dan penjual serta antara penjual dengan pemasok atau pihak ketiga lainnya. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan tersebut.
Salam paralel diperbolehkan asalkan akad salam kedua tidak tergantung pada akad pertama yaitu akad antara penjual dan pemasok tidak tergantung pada akad antara pembeli dan penjual, jika saling tergantung atau menjadi syarat tidak perbolehkan. Selain itu, akad antara penjual dan pemasok terpisah dari akad pembeli dan penjual.
Beberapa ulama kontemporer melarang transaksi salam pararel terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus-menerus, karena dapat menjurus kepada riba (Nurhayati dan Warsilah, 2014: 200).

Menurut Muljono (2015: 177-178) pelaksanaan salam dapat dilakukan dengan beberapa model akad salam, seperti :
1.    Akad salam tunggal hakiki
Akad salam tunggal hakiki dapat dilakukan apabila perusahan penyedia dana benar-benar melakukan pembelian barang dan kemudian terjun langsung dalam bisnis penjualan barang tersebut.
2.    Akad salam tunggal hukmi
Akad salam tunggal hukmi atau biasadisebut akad formal dapat dilakukan apabila perusahaan penyedia dana tidak benar-benar bermaksud membeli barang, karena setelah itu perusahaan menjualnya kembali kepada penjual pertama dengan akad Bay’ Murabahah Bisaman Ajil, atau menyuruh menjualnya kepihak lain dengan akad wakalah.
3.    Akad salam parallel
Akad salam pararel dapat dilakukan apabila perusahaan penyedia dana melakukan dua akad salam secara simultan, yaitu Akad Salam dengan nasabah yang butuh barang dan Akad Salam dengan nasabah yang butuh barang untuk memproduksi barang.

G.    Perlakuan Akuntansi (PSAK 103)
Akuntansi untuk Pembeli
Hal-hal yang harus dicatat oleh pembeli dalam transaksi secara akuntansi:
1.      Pengakuan piutang salam, piutang salam diakui pada saat modal usaha salam dibayarkan atau dialihkan kepada penjual. Modal usaha salam disajikan sebagai piutang salam.
2.      Pengukuran modal usaha salam
Modal salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan
Jurnal:
Dd. Piutang salam                 
Kr. Kas                       
Modal usaha salah dalam bentuk aset onkas diukur sebesar nilai wajar, selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.
a.       Pencatatan apabila nilai wajar lebih kecil dari nilai tercatat
Jurnal:
Db. Piutang Salam           
Db. Kerugian                    
Kr. Aset Nonkas        
b.      Pencatatan apabila nilai wajar lebih besar dari nilia tercatat
Jurnal:
Db. Piutang Salam           
Kr. Aset Nonkas                    
Kr. Keuntungan         

3.      Penerimaan barang pesanan
a.       Jika barang pesanan sesuai dengan akad, maka dinilai sesuai nilai yang disepakati.
Jurnal:
Db. Aset Salam                
            Kr. Piutang Salam                  
b.      Jika barang pesanan berbeda kualitasnya
1)      Nilai wajar dari barang pesanan yang diterima nilainya sama atau lebih tinggi dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad, maka barang pesanan diterima diukur sesuai dengan nilai akad.
Jurnal:
Db. Aset Salam                        
Kr. Piutang Salam                  
2)      Jika nilai wajar dari barang pesanan yang diterima lebih rendah dari nilai barang pesanan yang tercantum dalam akad; maka barang pesanan yang diterima diukur sesuai dengan nilai wajar pada saat diterima dan selisihnya diakui sebagai kerugian.
Jurnal:
Db. Persediaan-Aset Salam (diukur pada nilai wajar)
Db. Kerugian Salam
Kr. Piutang Salam
c.       Jika pembeli tidak menerima sebagian atau seluruh barang pesanan pada tanggal jatuh tempo pengiriman, maka:
1)      Jika tanggal pengiriman diperpanjang, maka nilai tercatat piutang salam sebesar bagian yang belum dipenuhi sesuai dengan nilai yang tercantum dalam akad, dan jurnal atas barang pesanan yang diterima:
Db. Aset Salam (sebesar jumlah yang diterima)
Kr. Piutang Salam
2)      Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya, maka piutang salam berubah menjadi piutang yang hrus dilunasi oleh penjual sebesar bagian yang tidak dapat dipenuhi dan jurnal:
Dr. Piutang Lain-lain-Penjual
Kr. Piutang Salam
3)      Jika akad salam dibatalkan sebagian atau seluruhnya dan pembeli mempunyai jaminan atas barang pesanan serta hasil penjualan jaminan tersebut lebih kecil dari nilai piutang salam, maka selisih antara nilai terctat piutang salam dan hasil penjualan jaminan tersebut diakui sebagai piutang kepada penjual (asumsi yang menjual barang jaminan adalah pembeli).
Jurnal:
Dr. Kas
Dr. Piutang Lain-lain – Penjual
Kr. Piutang Salam
Jika hasil penjualan jaminan tersebut lebih besar dari nilai tercatat piutang salam maka selisihnya menjadi hak penjual.
Dr. Kas
Kr. Utang  Penjual
Kr. Piutang Salam
4.      Denda yang diterima dan diberlakukan oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Jurnal:
Dr. Dana Kebajikan-Kas
                  Kr. Dana Kebajikan-Pendapatan Denda
Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajiban tetapi sengaja tidak melakukannya lali. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang tidak mampu menunaikan kewajibannya karena force majeur.


5.      Penyajian
a.       Pembeli menyajikan modal usaha salam yang diberikan sebagai piutang salam.
b.      Piutang yang harus dilunasi oleh penjual karena tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam transaksi salam disajikan secara terpisah dari piutang salam.
c.       Persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, makan selisihnya diakui sebagai kerugian.
6.      Pengungkapan
a.       Besarnya modal usaha salam, baik yang dibiayai sendiri maupun yang dibiayai secara bersama-sama dengan pihak lain;
b.      Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c.       Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Akuntasi Untuk Penjual
1.      Pegakuan kewajiban salam, kewajiban salam diakui pada saat penjual penerima modal usaha salam. Modal usaha salam yang diterima disajikan sebagai kewajiban salam.
2.      Pengukuran kewajiban salam,
Jika modal usaha salam dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diterima.
Jurnal:
Dr. Kas
Kr. Utang Salam
Jika modal usaha salam dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar niali wajar.
Jurnal:
Dr. Aset Nonkas (nilai wajar)
Kr. Utang Salam
3.      Kewajiban salam dihentikan pengakuannya (derecognation) pada saat penyerahan barang kepada pembeli.
Jurnal:
Dr. Utang Salam
Kr. Penjual
4.      Jika penjual melakukan transaksi salam pararel, selisih antara jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir dan biaya perolehan barang pesanan diakui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan barang pesanan oleh penjual ke pembeli akhir.
Jurnal ketika membeli persediaan:
Dr. Aset Salam
Kr. Kas
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih kecil dari biaya perolehan barang pesanan.
Dr. Utang Salam
Dr. Erugian Salam
Kr. Aset Salam
Pencatatan ketika menyerahkan persediaan, jika jumlah yang dibayar oleh pembeli akhir lebih besar dari biaya perolehan barang pesanan.
Dr. Utang Salam
Kr. Aset Salam
Kr. Keuntungan Salam
5.      Pada akhir periode pelaporan keuangan, persediaan yang diperoleh melalui transaksi salam diukur sebesar nilai terendah biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi. Apabila niali bersih yang dapat direalisasi lebih endah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
6.      Penyajian, penjual menyajikan modal usaha salam yang diterima sebagai kewajiban salam.

7.      Pengungkapan.
a.       Piutang salam kepada produsen (dalam salam pararel) yang memiliki hubungan istimewa;
b.      Jenis dan kuantitas barang pesanan; dan
c.       Pengungkapan lain sesuai dengan PSAK 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah.
H.    Ilustrasi Akuntansi Akad Salam
Contoh Kasus 1
LKS menerima pesanan canggih dari pabrik rokok senilai Rp 750.000.000,00. Dengan kriteria dan bobot tertentu. Oleh karena itu, LKS menghubungi nasabah penggarap untuk menyediakan barang sesuai kriteria dan bobot  dimaksud, pada jangka waktu 3 bulan degan harga sebesar Rp 700.000.000,00.
Jurnal yang dilakukan LKS sebagai berikut
Menerima pembayaran dari pabrikan
Db: Kas                                                     Rp 750.000.000
Kr: Utang Salam                                                   Rp 750.000.000
Memberi pembayaran berkaitan salam kepada nasabah penggarap
Db: Piutang Salam                                    Rp 700.000.000
Kr: Kas                                                                  Rp 700.000.000
Menerima barang dari nasabah Penggarap
Db: Persediaan (asset salam)                    Rp 700.000.000
Kr. Piutang Salam                                     Rp 700.000.000
Menyerahkan barang pabrikan
Db: Utang Salam                           Rp 750.000.000
Kr: Persediaan (asset salam)                                 Rp 700.000.000
Kr: Keuntungan Salam                                         Rp 50.000.000
Contoh Kasus 2
KJKS Sakinah selaku pembeli membuat akad salam dengan beberapa produsen garmen seharga Rp 1.000.000.000,00 dan KJKS Sknah juga melakukan akad salam dengan nasabah seharga Rp 1.100.000.000,00. Saldo piutang salam awal adalah senilai Rp 110.000.000,00 sedangkan saldo akhir piutang salam adalah senilai Rp 80.000.000,00. Uang muka yang sudah dikeluarkan dan yang diterima masing-masing adalah Rp 400.000.000,00 dan Rp 600.000.000,00, serta tidak terdapat lagi saldo uamg muka.
Jurnal yang dlakukan KJKS Sakinah adalah:
Uang muka yang dbayar KJKS
Db: Uang muka penbelian                        Rp 400.000.000
Kr: Kas                                                                  Rp 400.000.000
Uang muka yang diterima KJKS
Db: Kas                                                     Rp 600.000.000
Kr: Uang muka penjualan                         Rp 600.000.000
Jurnal penjualan garmen
Db: Uang muka penjualan                        Rp 600.000.000
Db: Piutang salam                                     Rp 500.000.000
Kr: Penjualan Garmen                                          Rp 1.100.000.000
Pelunasan pembelian barang
Db: Pembelian barang                              Rp 1.000.000.000
Kr: Uang muka pembelian                                    Rp 400.000.000
Kr: Kas                                                                  Rp 600.000.000
Piutang awal Rp 110.000.000,00 ditambah piutang baru Rp 500.000.000,00 dan piutang akhir sebesar Rp 80.000.000,00 sehingga pelunasan piutang adalah sebesar Rp 530.000.000,00.
Jurnal pelunasan piutang garmen adalah:
Db: Kas                                                     Rp 530.000.000
Kr: Piutang salam                                      Rp 530.000.000
Pendapatan atas salam adalah Rp 100.000.000,00 dilakukan jurnal sebagai berikut:
Db: penjualan garmen                               Rp 1.100.000.000
Kr: Pembelian garmen                                          Rp 1.000.000.000
Kr: keuntungan salam                                           Rp 100.000.000

Contoh Kasus 3
Tanggal 3 Januari 2006 Bank Syariah mengadakan Akad Salam dengan PT. Amanah (Perusahaan retail pengecer kebutuhan Pokok) dengan kesepakatan Bank Syariah membangun gedung toko seluas 100 m2 diatas tanah milik PT. Amanah dengan nilai pengadaan Rp 100.000.000, jangka waktu Salam 180 hari (6 Bulan). Untuk memenuhi pesanan pembangunan gedung 100 m2 maka tanggal 15 Januari 2006 Bank Syariah mengadakan akad Salam dengan CV. Konstruksi Bangun Mandiri untuk membangun gedung 100 m2 dengan niali kontrak Rp 90.000.000,- jangka waktu 150 hari (5 bulan)
Jurnal yang dilakukan LKS sebagai berikut yaitu:
a.       Pada saat Bank /  LKS menerima modal usaha salam dari pembeli
Db. Kas/ Rekening Pembeli                Rp 200.000.000
Kr. Kewajiban salam                                       Rp 200.000.000
b.      Pada saat Bank / LKS memberikan modal salam
Db. Piutang saham                                          Rp 150.000.000
Kr. Kas/ rekening penujual                                         Rp 150.000.000
c.       Pada saat Bank / LKS menerima barang dari penjual: sesuai akad:
Db. Persediaan-aktiva salam               Rp 150.000.000
Kr. Piutang salam                                            Rp 150.000.000
d.      Pada saat pengadaan aktiva salam atau menerima barang dari produsen melaui transaksi salam pararel:  sesuai akad
Db. Kewajiban salam                          Rp 200.000.000
Kr. Persediaan-aktiva salam                           Rp 150.000.000
Kr. Pendapat Salam                                        Rp 50.000.000


BAB III
PENUTUP
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslim illaihi) dan pelunasannya dilakukan oelh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Model akad salam terbagi menjadi tiga yaitu, akad salam tunggal hakiki, akad salam tunggal hukmi, dan akad salam pararel. Berdasarkan PSAK 103 (2007) transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Transaksi salam diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli. Pencatatan salam yang diatur dalam PSAK 102 yaitu mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan.


DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Jamal Abdul. 2012. Transformasi Akad Muamalah Klasik Dalam Produk Perbankan Syariah. Jurnal Al-Tahrir 12(1): 21-41.
Furywardhana, Firdaus. 2009. Akuntansi Syariah. Penerbit PPPS. Yogyakarta.
Muljono, Djoko. 2015. Buku Pintar Akuntansi Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Ningsih, Wiwik Fitria. 2015. Modifikasi Pembiayaan Salam dan Implikasi Perlakuan Akuntansi Salam. Jurnal Akuntansi Universitas Jember 13(2): 13-26.
Nurhayati, Sri, dan Wasilah. 2014. Akuntansi Syariah di Indonesia. Salemba Empat. Jakarta.
PSAK 103
Qusthoniah. 2016. Analisis Kritis Akad Salam Di Perbankan Syariah. Jurnal Syariah 5(1): 87-108.










Akutansi Lembaga Keuangan Syariah : Akutansi Salam

AKUNTANSI SALAM BAB I PENDAHULUAN Semakin menguatnya gerakan ‘islamisasi’ sistem keuangan, khusus nya perbankan di dunia Islam pa...